Jenis-Jenis Teknik Pengaturan Zonasi di Indonesia
Rencana Detail Tata Ruang atau kita sebut RDTR merupakan rencana rinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota. Di Indonesia, peraturan rencana tata ruang (RTR) sendiri terbagi menjadi dua yaitu RTRW dan RDTR. Walaupun sama-sama merupakan dokumen tata ruang, tetap ada beberapa poin pembeda. Poin yang membedakan antara kedua dokumen tersebut yakni pada muatan isi serta skalanya. Pada poin muatan isi, terdapat beberapa substansi RDTR yang tidak tercantum dalam RTRW. Adapun pada konteks skala, RTRW dibuat pada skala 1:50.000 (RTRW Kabupaten) dan 1:25.000 (RTRW Kota). Sedangkan RDTR dibuat pada skala 1:5000.
Berbicara mengenai RDTR, penyusunan dokumen Rencana Detail Tata Ruang saat ini sedang digencarkan untuk dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Hal ini mengingat berdasarkan peraturan terbaru, RDTR saat ini menjadi pedoman di dalam pengurusan KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang). KKPR sendiri merupakan persyaratan dasar yang diperlukan kaitannya dengan perizinan berusaha. Sehingga Pemerintah Daerah mau tidak mau harus mempercepat penyusunan RDTR bagi wilayah kab/kota yang belum memiliki dokumen tersebut.
Mari kita kesampingkan hal terkait KKPR terlebih dahulu, karena akan dibahas lebih lanjut di artikel berikutnya. Mungkin sebagian pembaca disini belum mengetahui apa saja muatan dari Rencana Detail Tata Ruang. Pada dasarnya muatan/isi dari Rencana Detail Tata Ruang hampir sama dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Muatan RDTR terdiri atas tujuan penataan WP, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, ketentuan pemanfaatan ruang dan peraturan zonasi. Pada muatan RDTR peraturan zonasi, terdapat salah satu alat (tools) dalam pengendalian pemanfaatan ruang yaitu Teknik Pengaturan Zonasi (TPZ). Pembahasan terkait TPZ inilah yang akan kita angkat pada artikel kali ini, mulai dari definisi hingga contoh ilustrasi penerapannya.
Ilustrasi Pengaturan Zonasi dalam Suatu Kota
sumber: maps.nicholsonroad.com/zones
Definisi Teknik Pengaturan Zonasi RDTR
Berdasarkan Permen ATR/BPN Nomor 11tahun 2021, Teknik Pengaturan Zonasi merupakan ketentuan tambahan untuk memberikan fleksibilitas dalam penerapan zonasi. Teknik Pengaturan Zonasi bertujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan aturan zonasi dan mencapai sasaran pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih efektif.
Teknik
Pengaturan Zonasi dalam RDTR tercantum dalam salah satu muatannya, yakni pada
muatan Peraturan Zonasi (PZ). Peraturan Zonasi sendiri berisikan materi wajib
dan materi pilihan, dimana TPZ termasuk kedalam materi pilihan. Materi pilihan
sendiri tidak wajib ada dalam penyusunan RDTR. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
implementasi teknik pengaturan zonasi untuk setiap dokumen di tiap RDTR
Kab/Kota berbeda-beda.
Jenis-Jenis Teknik Pengaturan Zonasi
Terdapat beberapa jenis Teknik Pengaturan Zonasi yang dikenal dan berlaku di Indonesia. Dari sekian banyak jenisnya, beberapa yang sering diaplikasikan antara lain:
Transfer Development Right (TDR)
TDR merupakan teknik pengaturan zonasi yang memungkinkan suatu pihak untuk menjual hak membangunnya kepada pihak lain (pembeli). Sehingga pihak pembeli dalam hal ini dapat membangun propertinya dengan intensitas yang lebih tinggi melebihi aturan dasar zona. Salah satu alasan mengapa pihak penjual menjual hak membangunnya dikarenakan terdapat peraturan tambahan yang bertimpangan dengan ketentuan intensitas pemanfaatan ruangnya. Aturan tambahan inilah yang menyebabkan suatu bangunan tidak dapat dibangun dengan intensitas ruang maksimal.
Contoh Studi Kasus:
Pihak A mempunyai properti komersil dan pihak B memiliki properti perkantoran pada blok yang sama. Namun, di lokasi persil properti A, ternyata termasuk kedalam area KKOP. KKOP (Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan) merupakan kawasan khusus berkaitan dengan keselamatan penerbangan. Biasanya bangunan yang berada dalam wilayah KKOP akan memiliki intensitas pemanfataan ruang lebih rendah dibandingkan di luar KKOP. Salah satunya pada jumlah lantai yang tidak dapat terbangun pada ketinggian maksimal.
Adanya kondisi tersebut menjadikan properti A tidak dapat dibangun dengan intensitas pemanfataan ruang (jumlah lantai) maksimal sesuai ketentuan zona. Sehingga pihak A diberikan privilage untuk menjual haknya (intensitas ruang yang hilang kepada pihak lain). Dalam contoh kasus ini properti B tidak berada dalam wilayah KKOP. Sehingga pihak B dapat membeli tambahan intensitas ruang kepada Pihak A dengan sejumlah kompensasi.
Transfer Development Right dapat diaplikasikan pada area blok yang sama. Jika zona peruntukkan nya berbeda (misalnya antara zona komersil dan perkantoran), maka perlu didahului dengan analisis daya dukung daya tampung. TDR juga hanya diaplikasikan pada zona komersial dan zona perkantoran saja.
Jenis-Jenis TPZ (lanjutan)
Bonus Zoning
Merupakan jenis Teknik Pengaturan Zonasi yang memberikan izin kepada pengembang untuk meningkatkan intensitas pemanfaatan ruangnya melebihi aturan dasar. Namun izin diberikan dengan imbalan (kompensasi) harus menyediakan sarana publik tertentu di blok yang sama. Penerapan bonus zoning harus memenuhi sejumlah kriteria. Pertama, diberikan pada pengembang yang belum atau tidak pernah menambah intensitas pemanfaatan ruangnya. Kedua, hanya berlalu di zona komersil dan perkantoran. Terakhir, harus didahului dengan analisis daya tampung dan daya dukung.
Contoh Studi Kasus:
Pengembang properti A berkeinginan untuk menambah intensitas pemanfaatan ruangnya pada zona komersil. Dalam konteks ini, pengembang tersebut dapat mengajukan ke Pemerintah Daerah dalam rangka penambahan intensitas pemanfaatan ruang. Disini pemerintah daerah dapat mengizinkan penambahan intensitas, namun dengan kompensasi yang harus dipenuhi oleh pengembang. Misalnya pengembang harus menyediakan/membangun sarana publik seperti JPO (Jembatan Penyeberangan Orang), RTH Publik di blok tempat properti tersebut berada.
Conditional Uses
Teknik Pengaturan Zonasi ini memungkinkan suatu pemanfaatan ruang yang dianggap penting atau diperlukan, untuk dimasukkan kedalam satu peruntukkan zona tertentu. Walaupun karakteristik fungsi pemanfaatan ruang tersebut sebenarnya sama sekali tidak relevan/sesuai dengan zona peruntukkannya. Penggunaan teknik pengaturan zonasi ini lebih mengedepankan nilai fungsional dan kebermanfaatannya dari fungsi ruang yang dimasukkan tersebut.
Contoh Studi Kasus:
Adanya fungsi bengkel, mini market dan pom bensin mini di zona permukiman sebenarnya tidak diperbolehkan atau tergolong kedalam kategori terbatas/bersyarat. Namun dalam konteks TPZ ini, hal tersebut menjadi diperbolehkan dengan catatan aktivitas pada fungsi tersebut tidak menimbulkan gangguan yang signifikan.
Selain ketiga teknik peraturan zonasi diatas, masih terdapat beberapa TPZ lainnya. Beberapa diantaranya seperti Performance Zoning, Fiscal Zoning, Negotiated Development, Overlay Zone dll. Adanya Teknik Pengaturan Zonasi disediakan untuk mengatasi kekakuan aturan dasar di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar